KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kelompok 3 ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan kepada kelompok 3 atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga kelompok 3 dapat menyelesaikan Askep ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan
Gangguan Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) Di Ruang Melati 2 RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2017”. Askep ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Program Studi Ners Fakultas
Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2017.
Penyusunan Askep ini, tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada
kesempatan ini kelompok 3 ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak/Ibu:
1.
Dr. H. Amran Lubis, Sp.JP, (K),
FIHA selaku Pimpinan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
2.
Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM,
selaku Dekan Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara
Indonesia Medan.
3.
Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS,
selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan.
4.
Ns. Jek Amidos Pardede, M. Kep,
Sp. Kep.J selaku Koordinator Program Studi Ners Fakultas Farmasi Dan Ilmu
Kesehatan.
5.
Ns. Johansen Hutajulu AP, M.Kep
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta pikiran dalam memberikan
bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan Askep ini.
6.
Ns. Jano Sinaga, M.Kep, Sp.KMB
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta pikiran dalam memberikan
bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan Askep ini.
7.
Ns. Laura Siregar, M.Kep, selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam menyelesaikan Askep
ini.
8.
Ns. Henny Syapitri, M.Kep, selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam menyelesaikan Askep
ini.
9.
Ns. Osak Sitorus, M.Kep selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam menyelesaikan Askep
ini.
Kelompok 3 mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak agar Askep ini dijadikan acuan pembelajaran.
Atas perhatiannya kelompok 3 mengucapkan banyak terima kasih.
Medan,
14 Januari 2017
Kelompok
( kelompok
3)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut WHO, Stroke merupakan gangguan fungsional otak
fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan
vaskuler. Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar
kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 50 tahun. Makin tua umur,
resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis
kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menyerang laki-laki dari pada perempuan.
Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke
lebih besar dari pada orang berkulit putih (Firmansyah, 2010).
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2005. Dari
jumlah itu 5, 5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau
hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia tahun
2014 tercatat penyakit stroke non hemoragik ini menduduki posisi ketiga setelah
jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita paralisis sebagian tubuh atau paralisis total. Hanya 15
persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
Stroke merupakan salah satu penyebab cacat nomor satu
dan penyebab kematian nomor 2 di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah
kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan 2/3 stroke sekarang terjadi
di negara-negara yang sedang berkembang. Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan oleh
terhentinya suplai darah kebagian otak. (Smeltzer, S.C & B.G, 2010).
Berdasarkan catatan rekam medis RSUD Dr. Pringadi
Medan, Khususnya Ruang Melati 2 pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2016, Klien dengan masalah
Stroke non hemoragik berjumlah 105 orang dari 400 Klien (1,39%), selama tiga bulan terakhir ini (Rekam medik RSUD Pringadi Medan, 2016).
Tingginya angka kejadian Stroke
dan akibat lanjut yang dapat dialami oleh penderita, kehilangan fungsi otak
yang disebabkan oleh terhentinya suplai darah kebagian otak. Meninjau berbagai
kegawatan diatas yang berkaitan dengan Stroke, dibutuhkan peran perawat yang
dapat memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan komprehensif, tidak
hanya dalam preventif seperti pencegahan terjadinya dengan mengurangi
faktor resiko, tetapi juga dalam hal promotif yakni memberikan pengetahuan
kepada klien tentang penyakit Stroke, pencegahan beserta perawatannya, segi
kuratif dengan memberikan penatalaksanaan medis dan keperawatan yang diberikan
di rumah sakit, serta rehabilitatif dengan cara perbaikan kondisi
klien pasca serangan Stroke.
Dengan dampak dan akibatnya dari
kasus Stroke ini maka kelompok 3 tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pasien dengan Stroke
non hemoragik dengan pendekatan proses
keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Asuhan
Keperawatan adalah untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. Z dengan
Gangguan Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di RSUD Dr. Pirngadi
Medan.
2. Tujuan Khusus
- Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. Z dengan Gangguan Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH)
di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
- Menegakkan Diagnosa Keperawatan (NANDA) pada
Tn. Z dengan Gangguan Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di
RSUD Dr. Pirngadi Medan.
- Menentukan Intervensi/Nursing Planning (NIC-NOC) pada Tn. Z dengan
Gangguan Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di RSUD Dr.
Pirngadi Medan.
- Merencanakan Implementasi Keperawatan pada Tn. Z dengan
Gangguan Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di RSUD Dr.
Pirngadi Medan.
- Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. Z dengan Gangguan
Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
- Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. Z dengan Gangguan
Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
- Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat
antara teori dan kasus.
- Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung,
penghambat, serta mencari solusi/ alternatif pemecahan masalah.
- Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Gangguan
Sistem Neurologi : Stroke Non Hemoragik (SNH) di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Teoritis Medis
1. Definisi Stroke Non
Hemoragik
Menurut WHO dalam Muttaqin, (2008) stroke adalah
adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Sedangkan menurut Smeltzer & Bare, (2002) stroke atau cedera
cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke
hemoragik (primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic
strokes) (Hickey, 1997). Pada kesempatan ini, penyusun lebih fokus pada stroke
non hemoragik (ischemic stokes). Menurut Price, (2006)
stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang dapat
timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus
atau penyakit vaskuler dasar seperti arterosklerosis dan arteritis yang
mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal
menurun yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Pahria, (2004)
Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis
yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut
Tarwoto dkk, (2007) adalah :
a.
Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologi fokal akut yang timbul
karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam
waktu tidak lebih dari 24 jam.
b.
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologi fokal akut yang timbul
karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa
dalam waktu 1-3 minggu.
c.
Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah defisit neurologi fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam
beberapa jam sampai beberapa hari.
d.
Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah defisit neurologi fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam
beberapa jam sampai beberapa hari.
e.
Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi
atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut
Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi
:
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan
oleh karena trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat, lambat laun atau secara bertahap
sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam
beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan
oleh karena emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak
terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan
untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
B. Anatomi Fisiologi
Sistem persarafan terdiri dari otak,
medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls
tersebut berlangsung melalui serat-serat
saraf dan jaras-jaras, secara
langsung dan terus-menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik,
yang mentransmisikan
sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).
1. Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum,
batang otak, dan serebelum. Semua
berada dalam satu bagman struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga
melindungi otak dari cedera. Empat
tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal,
parietal, temporal dan oksipital. Pada
dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa
anterior berisi lobus frontal serebral
bagian hemisfer, bagian tengah fossa berisi lobus parietal,
temporal dan oksipital dan bagian
fossa posterior berisi batang otak dan medula (Smeltzer. 2002).
- Serebrum
Menurut Smeltzer (2002), Serebrum terdiri dari dua
hemisfer dan empat lobus. Substansia
grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi
dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf
memenuhi korteks serebri,
nukleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian bagian otak dengan
bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer
serebri (telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu
terhadap fungsi individu danintelegensi.
Keempat lobus serebrum adalah sebagai berikut:
1) Frontal
Lobus terbesar terletak pada
fossa anterior. Area ini
mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2) Parietal
Lobus sensori ini
menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa
yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus
parietal mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan
pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglem.
3) Temporal
Berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau,
pendengaran, dan ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
4) Oksipital
Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian
ini bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan.
- Batang otak
Batang otak terletak pada fossa
anterior. Bagian-bagian batang
otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah (midbrain atau mesensefalon menghubungkan pons
dan serebelum dengan hemisfer
serebrum. Bagian ini berisi jaras sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks
pendengaran dan penglihatan. Pons
terletak didepan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan jembatan antar bagian serebelum, dan juga
antara medula dan seret Pons
berisi jaras sensorik dan motorik (Smeltzer,
2002).
Medula oblongata meneruskan
serabut-serabut rik dari otak Ice
medulla spinalis .dan serabut-se sensorik
dari medulla spinalis ke otak. Dan set serabut tersebut menyilang pada daerah ini.
Pons berisi pusat-pusat
terpenting dalam mengontrol jan pernapasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul otak kelima sampai
kedelapan (Smeltzer, 2002).
- Serebelum
Menurut Smeltzer (2002), Serebelum terletak pada fossa
posterior dan terpisah hemisfer serebral, lipatan dura mater, tentorium selum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
meram dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terkoordinasi
dan gerakan halus. Ditambah menggerakan
yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik.
1) Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima
kira-kira 20% dari jantung
atau 750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat tuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan,
tara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak ini unik, karena melawan arah
gravitasi. Di mana darah
arteri mengalir mengisi dari bawah dan vena mengalir dari alas. Kurangnya penambahan
aliran darah kolateral
dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel;
ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat mentoleransi bila aliran darah menurun karena
aliran kolateralnya adekuat.
2) Arteri-Arteri
Darah arteri yang disuplai ke
otak berasal dari dua
arteri karotis internal dan dua arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan.
Karotid internal dibentuk
dari percabangan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari
arteri subklavia, mengalir ke belakang
dan naik pada satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen
magnum. Kemudian saling
berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri vertebrobasilaris
paling banyak menyuplai darah ke
otak bagian posterior. Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri
serebralis bagian posterior.
3) Sirkulus Willisi
Pada dasar otak di sekitar
kelenjar hipofisis, sebuah
lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian
arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut sirkulus
Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid internal,
anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan posterior. Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi
anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada Sirkulus
Willisi memberi rate alternatif pada aliran darah jika salah
satu peran arteri mayor
tersumbat.
Anastomosis arterial sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering
mengalami aneurisma, mungkin bersifat
kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila tekanan darah meningkat, yang
menyebabkan dinding arteri menjadi
menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan struktur serebral dapat
menyebabkan penekanan
struktur serebral, seperti penekanan pada khiasma optikum yang menyebabkan
gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat karena spasme vaskuler, emboli, atau karena
trombus, dapat menyebabkan sumbatan
aliran darah ke distal neuron-neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel neuron cepat nekrosis.
Keadaan ini mengakibatkan
stroke (cedera serebrovaskular atau infark).
Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan pada daerah otak yang
terserang.
4) Versa
Aliran vena untuk otak tidak
menyertai sirkulasi arteri
sebagaimana pada struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi
vena-vena yang besar. Penyilangan pada subarakhnoid dan pengosongan sinus dural yang luas,
mempengaruhi vaskular yang
terbentang dalam dura mater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena ke
luar dari otak dan
pengosongan vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri
bersifat unik, karena vena-vena
ini tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik darah.
C. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002), penyebab stroke
non hemoragik yaitu:
- Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus
menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang
disediakan oleh pembuluh darah yang menyebabkan kongesti dan radang.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
- Embolisme Serebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
- Iskemia
D.
Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke
menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak
tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
- Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
- Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
- Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam.
- Dysphagia
- Gangguan komunikasi
- Gangguan persepsi
- Perubahan kemampuan kognitif dan efek
psikologis
- Disfungsi Kandung Kemih
E.
PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya
suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada
faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai
faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan
iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak
fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses
atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin,
2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh
ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di
bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan
pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral
dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93%
pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
G. FAKTOR RESIKO PADA STROKE
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik yaitu:
- Faktor resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan
stroke non hemoragik sebagai berikut :
1)
Hipertensi
2)
Penyakit
kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3)
Berbagai penyakit
jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
4)
Kolesterol tinggi
5)
Infeksi
6)
Obesitas
7)
Peningkatan hemotokrit
meningkatkan resiko infark serebral
8)
Diabetes
9)
Kontrasepsi oral
(khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi
10)
Penyalahgunaan obat
(kokain)
11)
Konsumsi alkohol
- Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang
menyebabkan stroke non hemoragik sebagai berikut :
1)
Usia, merupakan foktor
resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik
lagi.
2)
Faktor keturunan /
genetik
H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan
stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Fase Akut :
1)
Pertahankan
fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
2)
Reperfusi
dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik / emobolik.
3)
Pencegahan
peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan
diuretik.
5)
Pasien
di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur
agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
b.
Post
fase akut
1)
Pencegahan
spatik paralisis dengan antispasmodik
2)
Program
fisiotherapi
3)
Penanganan
masalah psikososial
I.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a.
Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke
secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b.
Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.
CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d.
MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e.
USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f.
EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
g.
Pemeriksaan
Laboraturium
1)
Lumbal pungsi:
pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
2)
Pemeriksaan darah
rutin.
3)
Pemeriksaan kimia
darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4)
Pemeriksaan darah
lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a.
Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b.
Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c.
Riwayat penyakit
sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d.
Riwayat penyakit
dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e.
Riwayat penyakit
keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
f.
Pengkajian
psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme
koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir
dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak
stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka
apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang
suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan
neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan. Oleh defisit
neurolcgis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu.
g.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1)
B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2)
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
3)
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
4)
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5)
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6)
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor
atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7)
Pengkajian Tingkat
Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8)
Pengkajian Fungsi
Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9)
Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10)
Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11)
Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada
bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami
bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan
untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
12)
Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini
dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang
labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
13)
Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah
kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke
hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
h.
Pengkajian Saraf
Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-X11.
· Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman.
· Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
· Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke
mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
· Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
· Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
· Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
· Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
· Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
· Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
i.
Pengkajian Sistem
Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
· Inspeksi Umum
Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
· Fasikulasi
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
· Tonus Otot
Didapatkan meningkat.
j.
Pengkajian Sistem
Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual
karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
menurut NANDA, (2011) dalam Tarwoto, Dkk, (2007) adalah :
a.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
b.
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia
paralisis
c.
Hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan
umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca
d.
Gangguan persepsi
sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi, integrasi,
stres psikologik
e.
Defisit perawatan
diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol
otot, gangguan kognitif
f.
Inkontinensia
urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,
kerusakan komunikasi.
g.
Konstipasi/diare
berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan
peristaltik, immobilisasi
3. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral, edema
serebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia paralisis
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick,
kerusakan pada area broca
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori, tranmisi, integrasi, stres psikologik
5. Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan,
eliminasi berhubungan dengan defisit neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot
dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan kognitif
6. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan
menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi.
7. Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol
volunter, kerusakan komunikasi, perubahan peristaltik, immobilisasi.
Data pendukung :
a.
Penurunan kesadaran.
b.Nilai GCS.
c.
Perubahan tanda vital.
d.
Perubahan sensorik dan
motorik.
e.
Penurunan fungsi
memori.
f.
Nyeri kepala.
g.Muntah.
h.Kejang.
i.
Perubahan pupil.
j.
Perubahan pola napas.
k.Nilai AGD.
l.
Hasil CT Scan, MRI
adanya edema serebri, perdarahan, herniasi
m.
Pengunaan terapi
diuretik, sedativ.
Kriteria hasil
a. Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi
kogriltlf, sensorik dan motorik.
b. Tanda-tanda vital stabil, peningkatan TIK tidak ada.
c. Gangguan lebih lanjut tidak terjadi.
Rencana tindakan
|
Rasional
|
2. Kaji tingkat
kesadaran dengan GCS.
3. Kaji pupil, ukuran,
respon terhadap cahaya, gerakan mata.
4. Kaji refleks kornea dan
refleks gag.
5. Evaluasi
keadaan motorik dan sensori pasien.
6. Monitor tanda vital setiap
1 jam.
7. Hitung irama denyut
nadi,auskultasi adanya murmur.
8. Pertahankan
pasien bedrest,
Berikan lingkungan
tenang, batasi pengunjung, atur
waktu istirahat dan aktivitas.
|
1. Menentukan
perubahan deficit neurologic lebih lanjut
2. Tingkat kesadaran merupakan indicator terbaik adanya
perubahan neurologi
3. Mengetahui fungsi N.II dan III
4. Menurunya refleks kornea dan refleks gag indikasi
kerusakan pada batang otak
5. Gangguan motorik dan sensori dapat terjadi akibat
edema otak
6. Adanya perubahan tanda vital seperti respirasi
menunjukan kerusakan pada batang otak
7. Bradikardia dapat di akibatkan adanya gangguan otak
murmur dapat terjadi pada gangguan jantung
8. Istirahat yang cukup dan lingkungan yang tenang
mencegah perdarahan kembali
9. Memfasilitasi drainasi vena dari otak
10. Dapat meningkatkan tekanan intracranial
11. Suhu tubuh yang meningkat akan meningkatkan aliran
darah ke otak sehingga meningkatkan TIK
12. Kejang dapat terjadi akibat iritasi srebral dan
keadaan kejang memerlukan banyak oksigen
13. Meminimalkan stimulus sehingga menurunkan TIK
14. Mempertahankan adekuatnya oksigen, suction yang lama
dapat meningkatkan TIK
15. Karbondioksida menimbulkan vasodilatasi adekuatnya
oksigen sangat penting dalam mempertahankan metabolism otak
16. Meningkatkan aliran darah ke otak dan mencegah
kloting kontraindikasi pada stroke haemorogik.
Mencegah lisis dan pendarahan
Menanggulangi hipertensi
Pengontrol edema serebral
Mengontrol kejang
Mencegah proses mengedan dan menghindari peningkatan
tekanan intracranial
17. Pasien stroke perlu memeriksaan lanjutan untuk
menentukan tindakan lebih lanjut.
|
1. Mengidentifikasi kekuatan otot kelemahan motorik.
2. Latihan ROM meningkatkan massa tonus, kekuatan otot,
perbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3.
Mencegah footdrop
Mencegah kontraktur fleksi bahu
Mencegah edema dan kontraktur fleksi pada
pergelangan
4. Daerah yang tertekan mudah sekali terjadi trauma
5. Membantu mencegah kerusakan kulit
6. Membantu memperlancar sirkulasi darah
7. Mengembangkan program khusus.
8. Membantu memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan
control volunteer.
9. Menurunkan tekanan pada ulang.
|
|
1. Mengidentifikasi masalah komunikasi karena gangguan bicara
atau gangguan bahasa
2. Pasien dapat memperhatikan ekspresi dan gerakan
bibir lawan bicara sehingga dapat mudah menginterpretasi.
3. Membantu menciptakan komunikasi yang efektif
|
|
4. Memudahkan penerimaan pasien.
5. Dengan membaiknya bicara, percaya diri akan
meningkatkan dan meningkatkan motivasi untuk memperbaiki bicar
6. Menunjukan adanya respond an rasa empati terhadap
gangguan bicara pasien
7. Penanganan lebih lanjut dengan tekhnik khusus.
|
|
1. Mengantisipasi deficit dan upaya perawatannya
2. Menurunkan resiko cidera.
3. Menghindari kebingungan.
4. Menghindari kesalahan persepsi terhadap realitas.
5. Memenuhi kebutuhan sehari – hari dan mencegah injuri
|
|
1. Membantukan merencanakan intervensi
2. Menumbuhkan kemandirian dalam perawatan
3. Meningkatkan harga diri klien.
4. Perawat konsisten dalam memberi asuhan
keperawatan
5. Memenuhi kebutuhan ADL dan melatih kemandirian.
6. Mengembangkan rencana terapi.
|
|
1. Menentukan rencana lebih lanjut.
2. Melatih BAK secara teratur
3. Obstruksi saluran kemih kemungkinan dapat terjadi
4. Menghindari terjadinya infeksi.
5. Mengetahui secara dini infeksi saluran kemih.
6. Memberikan rasa nyaman.
7. Menghindari BAK saat tidur
|
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
PENGKAJIAN
1.
Identitas Klien
Tanggal
Masuk : 10 Januari 2017
Tanggal
Pengkajian : 11 Januari 2017
No.
RM : 01019052
Nama : Tn. Z
Umur
: 58 tahun
Jenis
Kelamin :
Laki-laki
Suku : Padang
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Medan
Sunggal
Penanggung
Jawab : Ny. H
Hub.
Dengan Klien : Istri
Dx.
Medis : Stroke Non
Hemoragik (SNH)
2.
Riwayat Kesehatan
a.
Keluhan Utama
Pada saat pengkajian (11 Januari 2017)
klien mengatakan tidak sadarkan diri saat dibawa ke RSUD Dr. Pirngadi Medan (10
Januari 2017), sebelum tidak sadarkan diri klien mengatakan nyeri pada kepala
bagian kanan dan pundak terasa berat, klien juga mengatakan bahwa tangan kiri dan
kaki kirinya sulit untuk digerakkan.
b.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya pernah dibawa ke Klinik
dengan diagnosa Hipertensi yaitu 180/100 MmHg. Klien juga memiliki riwayat
penyakit asam urat serta kadar kolesterol tinggi yaitu 376 mg/dl.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk ke rumah sakit klien
sering mengalami hipertensi yaitu TD : 200/100 MmHg, sehari sebelum masuk ke
rumah sakit klien mengkonsumsi kopi sehingga beberapa jam kemudian klien dibawa
ke klinik di dekat rumahnya, dan TD klien menjadi 240/110 MmHg. Klien mengalami
Stroke Non Hemoragik (SNH), saat dilakukan pengkajian pada klien didapatkan
kekuatan otot pada ekstremitas kiri atas yaitu : 3 dan ekstremitas kiri bawah
yaitu : 3. Pada ekstremitas kanan tidak ditemukan kelemahan, yaitu nilai
kekuatan otot 5. Selain mengalami kelemahan pada ekstremitas kiri atas dan
bawah, klien juga mengalami penurunan pendengaran pada telinga kiri, penurunan
penciuman pada lubang hidung sebelah kiri dibuktikan dengan memberikan klien
minyak angin untuk dihirup dan klien mengatakan hidung sebelah kiri kurang peka
terhadap rangsangan minyak angin yang diberikan. Klien mengatakan kesulitan
menelan dan mengunyah, selain itu klien juga mengalami sedikit kesulitan saat
berbicara.
d.
Riwayat Penyakit Keluarga
Klien memiliki riwayat penyakit keluarga
yaitu hipertensi, dimana saudara ke 3, 4, dan saudara ke 5 klien meninggal
akibat hipertensi. Ayah klien meninggal karena sakit asam urat dan ibu klien
meninggal akibat hipertensi. Jadi riwayat penyakit keluarga/genetik adalah
hipertensi.
3.
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Laki-laki
meninggal
: Perempuan
meninggal
: Tinggal Serumah
:
Perempuan meninggal akibat hipertensi
: Laki-laki meninggal akibat hipertensi
4.
Pola aktivitas sehari-hari
No
|
Jenis
|
Sebelum
Sakit
|
Sesudah Sakit
|
1.
|
Nutrisi
-
Makan
-
Frekuensi
-
Jenis
-
Kesulitan Menelan
|
3x / hari
Habis 2 porsi
Nasi, sayur, lauk-pauk
Tidak ada
|
3x / hari
Hanya mampu menghabiskan ½
porsi
Makanan Biasa (MB)
Sulit menelan
|
2.
|
Cairan
|
± 1500 ml/hari minum melalui oral
|
2100 ml /hari minum melalui oral, I.V
|
3.
|
Istirahat tidur
-
Malam
-
Siang
|
22.00 WIB s/d 05.00 WIB
1-2 jam / hari
|
22.00 WIB s/d 05.00 WIB
Tidak bisa tidur
|
4.
|
Aktivitas
|
Klien berjualan es dan kue setiap harinya
|
Klien hanya berbaring di tempat tidur
|
5.
|
Eliminasi
-
BAB
Frekuensi
Konsistensi
Warna
-
BAK
Frekuensi
Warna
kesulitan
|
1x / hari
Lembek
Kuning khas feses
±5-6x / hari
Kuning jernih
Tidak ada
|
tidak BAB selama 2 hari
-
-
1800 ml / 24 jam
Kuning pekat
Klien terpasang kateter
|
5.
Cairan dan Elektrolit
Intake
|
Output
|
1.
Cairan infus 15 gtt/menit, dalam
24 jam (1000 cc)
2.
Minum dan makan = ±1100 cc
3.
Injeksi obat ± 50 cc
|
1.
Urine : 1000 cc
2.
IWL : 900 cc
3.
BAB :-
|
Total
intake : 2150 cc
|
Total intake :1900 cc
|
Balance
cairan : 250 cc
|
6.
Pemeriksaan Fisik
a.
Tingkat kesadaran : Compos Mentis, E: 4, M: 6, V: 5
b.
TTV : TD : 150/100 mmhg
a.
HR : 90x/i
b.
RR : 28x/i
c.
T : 37,0°C
c.
Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak ada luka ataupun benjolan
d.
Rambut :
Rambut klien mulai beruban, tidak terdapat alopesia
e.
Mata : sclera tidak ikterik, conjungtiva tidak
anemis, mata bersih dalam pemeriksaan
f.
Hidung : bersih, simetris, tidak ada polip, tidak ada
nafas cuping hidung.
g.
Telinga :
bersih dan tidak terdapat kelainan, namun pendengaran klien berkurang
h.
Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada masalah
i.
Leher : bentuk simetris
j.
Dada : simetris kanan dan kiri, sonor pada perkusi,
tidak ada nyeri tekan, pada auskultasi suara pernafasan vesikuer, suara
tambahan tidak ada
k.
Perut : simetis kanan dan kiri, timpani pada perkusi baik, tidak ada nyeri
tekan, pada auskultasi bising usus normal
l.
Genetalia :
tidak mengalami gangguan
m.
Ekstremitas atas : tangan kanan dapat digerakkan dengan sempurna, namun tangan kiri
mengalami kelemahan dengan nilai kekuatan otot : 3
n.
Ekstremitas bawah : kaki kanan
dapat digerakkan dengan sempurna, namun kaki kiri mengalami kelemahan dengan
nilai kekuatan otot : 3
7.
Pemeriksaan 12 Nervus Kranialis
a.
Nervus I : Olfaktorius
Terjadi
hiposmia (daya penghiduan yang melemah/kurang tajam) diperiksa dengan cara
klien disuruh untuk menebak bau yang diberikan sambil menutup mata dan
membandingkan antara penghiduan kanan dan kiri.
b.
Nervus II : Optikus
Saat
klien diperiksa dengan cara klien disuruh untuk membaca tulisan dengan jarak
tertentu, klien merasa pandangannya kabur dan tidak jelas dalam melihat tulisan
yang jaraknya jauh dan ukurannya kecil. Dapat disimpulkan bahwa terjadi
penurunan penglihatan pada N. II.
c.
Nervus III : Okulomotorius
Tidak
terdapat gangguan yang diperiksa dengan cara tes putaran bola mata,
menggerakkan konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d.
Nervus IV : Troklearis
Ukuran
pupil normal yaitu 4-5 mm, bentuk pupil isokor, reaksi pupil terhadap cahaya
positif, dan tidak terdapat perdarahan pada pupil.
e.
Nervus V : Trigeminus
1)
Nervus Oftalmikus : kulit kepala
dan kelopak mata atas normal
2)
Nervus Maksilaris : rahang atas, palatum dan hidung terjadi
kelemahan dengan cara klien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi
kedua otot pengunyah dan hasilnya reaksinya kurang/lemah.
3)
Nervus Mandibularis : rahang bawah
dan lidah terjadi kelemahan saat diperiksa dengan cara klien disuruh mengunyah
dan menggerakkan lidahnya.
f.
Nervus VI : Abdusens
Saat
klien disuruh untuk mengikuti arah yang diinstruksikan ternyata klien dapat melakukannya
dengan baik, gerakan bola mata bolak-balik juga baik dan tidak terdapat
masalah.
g.
Nervus VII : Fasialis
Saat klien
diperiksa dengan cara memberikan sedikit zat makanan dan klien disuruh menebak
zat makanan apa yang diberikan (asin, asam, manis dll) sambil menutup mata. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat gangguan pada nervus ini.
h.
Nervus VIII : Akustikus
Terdapat
penurunan pendengaran pada klien yang diperiksa dengan cara mendekatkan arloji/
suara pada jarak tertentu dengan menutup telinga salah satunya secara
bergantian.
i.
Nervus IX : Glosofaringeus
Saat
diperiksa klien merasakan kelemahan saat disuruh membedakan rasa manis dan asam
di 1/3 anterio lidah. Hasil : terdapat gangguan pada nervus ini.
j.
Nervus X : Vagus
Saat
klien disuruh untuk membuka mulut lebar-lebar dan berkata “ ahh” klien
mengalami kesulitan dan dapat disimpulkan terjadi gangguan pada nervus ini.
k.
Nervus XI : Aksesorius
Saat
dilakukan pemeriksaan dengan menyuruh klien melihat ke salah satu sisi melawan
tangan pemeriksa ternyata klien kesulitan untuk melakukannya dan saat disuruh
untuk tes angkat bahu juga klien mengalami kesulitan.
l.
Nervus XII : Hipoglosus
Saat dilakukan
pemeriksaan klien dengan cara menyuruh klien untuk menjulurkan lidah dan
menarik lidah kembali secara berulang-ulang terlihat parese/miring pada sisi
kiri klien. Maka disimpulkan bahwa terjadi gangguan pada nervus ini
8.
Mengukur kekuatan otot (Measuring Muscle Strenght)
5555 3333
5555 3333
Keterangan :
·
Skala 1 : jika otot ditekan masih
terasa ada kontraksi atau kekenyalan, ini berarti otot masih belum atrofi atau
belum layu.
·
Skala 2 : dapat menggerakkan otot
atau bagian lemah sesuai perintah misalnya telapak tangan disuruh telungkup
atau lurus bengkok tetapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
·
Skala 3 : dapat menggerakkan otot
dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan telapak tangan dan jari
·
Skala 4 : dapat bergerak dan
melawan hambatan yang ringan
·
Skala 5 : bebas bergerak dan dapat
melawan tahanan yang setimpal
9.
Pengkajian tingkat kesadaran
(Glasglow Coma Scale)
Eye (membuka mata) : 4 (klien mampu membuka
mata secaraspontan)
4 : membuka mata dengan spontan
3 : membuka mata dengan rangsang suara
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tidak ada respon
Verbal (respon bicara) : 5 ( bicara dengan
baik)
5 : bicara dengan baik
4 : bicara mengacau
3 : hanya dengan kata-kata saja
2 : hanya dengan suara
1: tidak ada respon
Motorik (respon gerakan) : 6 (mengikuti apa
yang diperintah)
6 : mengikuti apa yang diperintah
5 : melokalisir bagian nyeri
4 : menarik dari nyeri
3 : fleksi abnormal
2 : ekstensi abnormal
1 : tidak ada respon
- Pemeriksaan
Penunjang
Hasil
Laboratorium 11 Januari 2017
PEMERIKSAAN
|
HASIL
|
NILAI
NORMAL
|
FaalGinjal
Ureum Darah
CreatinineDarah
Uricacid
|
26,00
1,24
7,80
|
10 – 50
mg/dl
0,6 – 1,3 mg/dl
3,50– 7,0 mg/dl
|
Test Glukosa/Gula Darah
Glukosa adrandom
|
114,00
|
<140
mg/dl
|
ProfilJantung
Cholesterol
Trygliceride
HDL – Cholesterol
LDL – Cholesterol
|
172
60
35
81
|
160-200 mg/dl
40-160 mg/dl
45-65 mg/dl
30-150 mg/dl
|
Faal Hati
Billirubin Total
BillirubinDirek
SGOT/AST
SGPT/ALT
Alkali phosphatase
Total protein
|
0,55
0,19
21
11
305
6,1
|
0,3-1.0 mg/dl
0,1- 0,3 mg/dl
0-35 u/L
0-35 u/L
56-306 u/L
6,0-8,3 gr/dl
|
- Hasil laboratorium 11
Januari 2017
PARAMETER
|
HASIL
|
NILAI NORMAL
|
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
BSR
Eosinofil
Basofil
N. Batang
N. Segmen
Limfosit
Monosit
RDW-CV
PCT
MPV
PDW
RDW-SD
|
8,880,00u/L
5,40u/L
15,70 g/dl
5,80 %
84,80 fl
29,10 pq
34,30 g/dl
243000ul
30 mm/jam
0,03 %
0,02 %
1 %
65%
1,78 %
0,48 %
12,00 %
0,24 %
7,7 fl
12,3 %
36,60 %
|
4-11
4,2- 54
12-17
38-47
72-93
27-31
31-55
150-450
0-15
1-3
0-1
2-6
50-70
20-40
2-8
11-15
0,100-0,500
7-11
10-18
35-47
|
- Terapi yang sudah diberikan
a.
IVFD NaCl
b.
CPG 1 x 75 mg
c.
Neuradex 2x1
d.
KSR
e.
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
f.
Ranitidine 2x1
g.
Levofloxaxine 1 drip
h.
Aspilet 1x80 mg
- Analisa data
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
|||||||||
·
DS:
klien mengatakan bahwa kepalanya sering terasa sakit dan pundaknya terasa
berat
·
DO :
klien tampak meringis kesakitan, dengan nyeri sedang menuju berat skor : 7,
sulit tidur, dan ketika siang hari klien tampak gelisah
|
Penyempitan
pembuluh darah
Aliran
darah lambat
Turbulensi
Eritrosit
bergumpal
Endotil
rusak
Cairan plasma hilang
Edema
serebral
Peningkatan TIK
Nyeri
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
|
|||||||||
·
DS :
Klien mengatakan bahwa tubuh bagian kiri mengalami kelemaha, sulit digerakkan
dan kurang merasakan rangsangan terhadap sentuhan
·
DO :
Klien tampak lemah, kesulitan dalam bermobilitas, tubuh bagian kiri mengalami
kelemahan, kekuatan otot : 3
|
Peningkatan
TIK
Arteri vertebra basialis
Disfungsi N. XI (assesoris)
Kelemahan anggota gerak
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik
|
Gangguan mobilitas fisik
|
|||||||||
·
DS :
klien mengatakan bahwa ia kesulitan menelan, nafsu makan menurun dan tubuh
terasa lemas
·
DO
: klien tampak lemas, mukosa bibir kering, kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, BB
|
Peningkatan
TIK
Arteri vertebra basialis
Penurunan
fungsi N. X dan IX
Proses
menelan tidak efektif
Disfagia
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
|
|||||||||
·
DS :
klien mengatakan bahwa ia kesulitan berbicara
·
DO :
klien tampak berbicara tidak jelas, sulit mengungkapkan kata-kata, kerusakan
N. VII, IX, XII
|
Peningkatan
TIK
Arteri vertebra basialis
Penurunan
fungsi N. VII, IX, XII
Kehilangan
fungsi tonus otot fasialis
Gangguan
komunikasi Verbal
|
Gangguan komunikasi verbal
|
|||||||||
·
DS :
klien mengatakan bahwa ia kurang mengetahui tentang penyakitnya
·
DO :
klien tampak sering bertanya kepada perawat, dokter tentang penyakitnya
|
Peningkatan
TIK
Arteri vertebra basialis
Disfungsi N. XI (assesoris)
Kelemahan anggota gerak
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik
Kurang
pengetahuan
|
Kurang
pengetahuan
|
|||||||||
·
DS :
klien mengatakan bahwa ia kesulitan ke kamar mandi, memakai pakaian
·
DO :
klien tampak tidak rapi, kuku kotor dan panjang, rambut berantakan
|
Peningkatan
TIK
Arteri vertebra basialis
Disfungsi N. XI (assesoris)
Kelemahan anggota gerak
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik
Kurang
pengetahuan
Defisit
perawatan diri
|
Defisit
perawatan diri
|
- Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
2.
Gangguan mobilitas fisik
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan
4.
Gangguan komunikasi verbal
5.
Kurang pengetahuan
6.
Defisit perawatan diri
- Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
|
1.
Pain
Level
2.
Pain
control
3.
Comfort
level
Kriteria Hasil :
·
Klien
mampu mengontrol nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
·
Klien
mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) dan TTV
dalam rentang normal
|
1.
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.
Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4.
Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5.
Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau
6.
Evaluasi
bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7.
Gunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
|
2.
|
Gangguan mobilitas fisik
|
1.
Joint
movement : active
2.
Mobility
level
3.
Self
care : ADLs
4.
Transfer
performance
Kriteria Hasil :
·
Aktivitas
fisik klien meningkat
·
Mengerti
tujuan dari peningkatan mobilitas
·
Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
|
Exercise therapy : ambulation
1.
Monitoring
vital sign sebelum dan sesudah latihan
2.
Konsultasikan
dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi sesuai dengan kebutuhan
3.
Bantu
klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
4.
Ajarkan
klien tentang teknik ambulasi
5.
Kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.
Ajarkan
klien cara mengubah posisi
|
3.
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
|
Nutritional status : food and
fluid intake
Kriteria Hasil :
·
Adanya
peningkatan BB sesuai dengan tujuan
·
BB ideal
sesuai dengan tinggi badan
·
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
·
Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
·
Tidak
terjadi penurunan BB yang berarti
|
1.
Kaji
adanya alergi makanan
2.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
klien
3.
Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
4.
Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi yang baik dan benar
|
4.
|
Gangguan komunikasi verbal
|
1.
Hambatan
komunikasi verbal
2.
Kemampuan
komunikasi
3.
Kemampuan
berekspresi
Kriteria Hasil :
·
Klien
dapat mengetahui hambatan komunikasi verbal
·
Klien
dapat menunjukan kemampuan komunikasi
·
Klien
dapat menunjukan kemampuan berekspresi
|
1.
Menetapkan
tujuan interaksi
2.
Tentukan
maksud dari pesan melalui cerminan sikap, pengalaman masa lalu, dan situasi
saat ini
3.
Kaji hambatan
komunikasi verbal pada klien seperti ekspresi wajah klien, sikap dan gerakan
wajah
|
5.
|
Kurang pengetahuan
|
1.
Knowledge
: disease process
2.
Knowledge
: health behavior
Kriteria Hasil :
·
Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
·
Pasien
dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
·
Pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
|
1.
Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
fisiologi secara tepat
2.
Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
3.
Gambarkan
proses penyakit dengan tepat
4.
Gambarkan
cara mengatasi penyakit dan intervensi nonfarmakologi yang tepat
|
6.
|
Defisit perawatan diri
|
Self care : Activity of daily
living (ADLs)
Kriteria Hasil :
·
Klien
terbebas dari bau badan
·
Menyatakan
kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
·
Dapat
melakukan ADLs dengan bantuan
|
1.
Monitor
kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri
2.
Monitor
kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan
3.
Sediakan
bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care
|
- Implementasi Keperawatan
No
|
Tanggal
|
Diagnosa keperawatan
|
Implementasi Keperawatan
|
1
|
12- 01-2017
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
|
1.
Melakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2.
MelakukanObservasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.
Mengajarkan teknik
komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4.
Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
5.
Mengevaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
6.
Mengevaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
7.
Menggunakanteknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
|
2
|
12- 01- 2017
|
Gangguan mobilitas fisik
|
6. Mengajarkan klien cara mengubah posisi
|
3
|
13- 10- 2017
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
|
|
4
|
13- 01- 2017
|
Gangguan komunikasi verbal
|
|
5
|
13- 01- 2017
|
Kurang pengetahuan
|
|
6
|
12- 01- 2017
|
Defisit perawatan diri
|
|
F. Evaluasi
Keperawatan
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
|
Evaluasi
|
1.
|
14
Januari 2017
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
|
S
:Klien mengatakan bahwa nyeri kepala dan pundaknya sudah berkurang dan klien
sudah dapat tidur siang
O : Skala nyeri 3,
RR : 22 x/i, HR : 80 x/i
A
:Nyeri berkurang, klien dapat tidur siang
(masalah teratasi)
P : Intervensi dihentikan
|
2.
|
14
Januari 2017
|
Gangguan mobilitas fisik
|
S :
Klien mengatakan
bahwa tubuh bagian kiri perlahan-lahan sudah dapat digerakkan dengan mulai
membaik dan klien sudah mengerti melakukan ROM
O
: Kekuatan otot ekstremitas sinistra : 4,
klien dapat berjalan perlahan-lahan
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
3.
|
14
Januari 2017
|
Ketidakseimbangan nutrisi
|
S : Klien mengatakan kesulitan menelan sudah berkurang, sudah tidak lemas
lagi
O : Klien tampak segar, makanan habis, mukosa mulut
membaik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi
dihentikan
|
4.
|
14
Januari 2017
|
Gangguan komunikasi verbal
|
S
: Klien mengatakan bahwa kesulitannya
dalam berbicara sudah berkurang
O :
Klien tampak
berbicara mulai dapat dimengerti
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
5.
|
14
Januari 2017
|
Kurang pengetahuan
|
S :
Klien mengatakan
bahwa sudah mengerti tentang penyakitnya
O : Klien menjawab dengan benar pertanyaan perawat tentang penyakitnya dengan
pilihan kata “ya” dan “tidak”
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
6.
|
14
Januari 2017
|
Defisit perawatan diri
|
S : Klien mengatakan bahwa tubuhnya terasa lebih segar, penampilannya lebih rapi dan bersih
O : Klien tampak bersih, rapi dan lebih
wangi
A : Masalah sudah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam
pembahasan masalah mengenai Asuhan keperawatan pada Tn. Z. dengan gangguan
sistem Neurologi :Stroke Non Hemoragik di RuanganNeurologi
RSUD Dr. Pirngadi Medan, melalui pembahasan dibahas langkah-langkah sebagai berikut :
A.
Pengkajian
Selama melakukan pengkajian dilakukan observasi langsung
kepada pasien dan mengumpulkan data pasien. Pengkajian yang dilakukan padaTn. Z. dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik.
Klien datang ke IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan, dan tiba di ruangan Neurologi pada tanggal 10 Januari 2016. Pada saat pengkajian (11 Januari 2017) klien mengatakan tidak
sadarkan diri saat dibawa ke RSUD Dr. Pirngadi Medan (10 Januari 2017), sebelum
tidak sadarkan diri klien mengatakan nyeri pada kepala bagian kanan dan pundak
terasa berat, klien juga mengatakan bahwa tangan kiri dan kaki kirinya sulit
untuk digerakkan.Sebelum masuk ke rumah sakit klien sering mengalami hipertensi
yaitu TD : 200/100 MmHg, sehari sebelum masuk ke rumah sakit klien mengkonsumsi
kopi sehingga beberapa jam kemudian klien dibawa ke klinik di dekat rumahnya,
dan TD klien menjadi 240/110 MmHg. Klien mengalami Stroke Non Hemoragik (SNH),
saat dilakukan pengkajian pada klien didapatkan kekuatan otot pada ekstremitas
kiri atas yaitu : 3 dan ekstremitas kiri bawah yaitu : 3. Pada ekstremitas
kanan tidak ditemukan kelemahan, yaitu nilai kekuatan otot 5. Selain mengalami
kelemahan pada ekstremitas kiri atas dan bawah, klien juga mengalami penurunan
pendengaran pada telinga kiri, penurunan penciuman pada lubang hidung sebelah
kiri dibuktikan dengan memberikan klien minyak angin untuk dihirup dan klien
mengatakan hidung sebelah kiri kurang peka terhadap rangsangan minyak angin
yang diberikan. Klien mengatakan kesulitan menelan dan mengunyah, selain itu
klien juga mengalami sedikit kesulitan saat berbicara.
B.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang
dijumpai pada pasien Tn. Z. dengan gangguan sistem Neurologi:Stroke Non Hemoragik di RuanganNeurologi
RSUD Pirngadi Medan:
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri)
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Gangguan komunikasi verbal
5. Kurang pengetahuan
6. Defisit perawatan diri.
C. Rencana Keperawatan
Pada tahap perencanaan disesuaikan
dengan perencanaan dari teori NIC-NOC dimana intervensi yang diberikan
bertujuan mengatasi masalah pada Tn. Z.
D. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan
kelompok melaksanakan tindakan asuhan keperawatan sesuai rencana yang telah
disusun untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan. Selama pelaksanaan
kelompok menemukan faktor pendukung dalam menerapkan tindakan keperawatan,
kerjasama seluruh anggota kelompok dan kerja sama antara kelompok dengan
perawat di ruangan Neurologi dalam melanjutkan perawatan pasien.
E.
Evaluasi
Dari keenam diagnose Stroke Non Hemoragik tersebut, seluruh diagnosa sudah teratasi, dokter menyarankan pasien untuk dirawat lebih efisien lagi dengan intervensi diberikan,
dan klien tidak merasakan keluhan lagi.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan
kelompok selama melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien Tn.Z. dengan gangguan system Neurologi: Stroke Non
Hemoragik di Ruangan Neurologi
RSUD Pirngadi Medan, maka kelompok menyimpulkan bahwa Tn. Z. mengalami Stroke Non Hemoragik akibat mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dan gaya hidup yang kurangsehat.
Dalam perjalanannya Stroke Non Hemoragik ini terjadi akibat beberapa penyebab antara lain
keturunan, usia, jenis kelamin, pekerjaan, asupan makan, dan obesitas
( gaya hidup kurang sehat).
Adapun asuhan
keperawatan yang diberikan kepada Tn. Z. dengan Diagnosa medis yakni
Stroke Non
Hemoragik dengan
Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi. Dari
pengkajian yang didapat bahwa Tn. Z. memiliki kesadaran penuh dengan GCS : 15 (E : 4, M : 6, V
: 5) yaitu Kompos mentis, Setelah
dilakukan tindakan keperawatan di
dapat hasil tanda-tanda vital diperoleh : TD = 150/90 mmHg, HR = 80
kali/menit, RR = 22 kali/menit, Temp = 36 oC
terpasang IVFD RL 15 gtt/i.
B.
Saran
- Disarankan kepada
keluarga agar tetap menerapkan pola hidup sehat, untuk mencegah terjadinya
penyakit yang sama seperti yang dialami Tn. Z.
- Bagi perawat dapat
memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien dan meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan dalam asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2007). Sekilas
Tentang Hipertensi. Bakti Husada : Jakarta.
Depkes. RI (2011). Pedoman
Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Pusdiknas : Jakarta
Friedman, M.M, Bowden, V, Jones Elaine G.
Editor Estu Tiar. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset Teori dan
Praktik. Edisi 5. Alih bahasa Achir Yani S Hamid. Jakarta: EGC.
Kowalak dan Jennifer P. (2011). Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta. EGC
Muttaqin, A. Nurachmach, E. (2009). Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu
Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika.
Udjiati, W. J. (2010). Keperawatan
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment