A.
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) kini mulai diperhitungkan sebagai
salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan,
kecacatan pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dan tahun ke tahun. Pada
tahun 1986 lebih dan 20 juta penduduk AS menderita emfisema dan sekitar 11,2
juta menderita bronkitis kronis, terutama disebabkan oleh paparan asap rokok.
Rerata angka kejadian PPOM di Jawa Timur 6,1%, perokok menunjukkan angka 3 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.Penderita PPOM kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis dan
pertukaran gas pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada
kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam
saluran napas pada penderita emfisema akan meningkatkan kerja pernapasan.
Penyakit ini bersifat kronis dan progrresif, makin lama kemampuan penderita
akan menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya
Dalam mengelola penderita PPOM, di samping pemberian obat-obatan dan
penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk
mengatasi masalah tersebut yakni rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi
pernapasan. Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi
medis yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidak mampuan penderita, dan
diharapkan penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya
sehingga mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada orang
1ain. Namun sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para
dokter bahkan sering kali dilupakan orang.
B. TUJUAN REHABILITASI PARU
Rehabilitasi didefinisikan sebagai : memulihkan individu ke arah potensi
fisik, medik, mental, emosional, ekonomi sosial dan vokasional sepenuhnya
menurut kemampuannya. Maka jelaslah bahwa
tingkat pemenuhan tujuan program rehabilitasi paru tergantung pada derajat
insufisiensi pernapasan, dan tindakan yang ditempuh tergantung pula pada
faktor-faktor yang berpengaruh pada penderita. Meskipun demikian, tiap usaha
harus dilakukan untuk membawa penderit. ke arah perbaikan fisik yang maksimal
dan pemakaian energi yang optimal tetapi efisien, sehingga penderita dapat
melakukan pekerjaannya sehari-hari. Jika hal ini tidak mungkin, harus diusahakan
latihan kerja yang lebih ringan. Harus ditekankan agar penderita mempunyai
percaya diri dan mengurangi ketergantungan pada keluarga dan masyarakat
C. PERUBAHAN PARU PADA USIA LANJUT
Pada usia lanjut terjadi perubahan berupa kekakuan dinding dada akibat
perubahan tulang belakang dan sendi kostovertebral sehinggacompliance dinding
dada berkurang. Terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya
kelenjar mukus pada bronkus dan penebalan pada mukosa bronkus. Akibatnya
terjadi peningkatan tahanan saluran napas, terlihat dan penurunan faal paru
antara lain: kapasitas vital paksa (FVC), volume ekspirasi paksa detik pertama
(FEV), Force expiratory flow, midexpiratory phase (FEF) danforced
expirator flow between 200 and 1200 mL of FVC (FEF). Terdapat peningkatan
volume residu akibat kehilangan elastic recoilparu
D. REHABILITASI PARU PADA PPOM
Dalam mengelola penderita PPOM, rehabilitasi medis pada paru (rehabilitasi
pulmonal) mempunyai 2 aspek yakni:
1) Rehabilitasi fisik,
terdiri dari:
1.1. Latihan relaksasi
1.2. Terapi fisik dada
1.3. Latihan pernapasan
1.4. Latihan meningkatkan kemampuan fisik
2) Terapi
Perilaku dan Psikososial
Kedua aspek rehabilitasi medis tersebut diterapkan dalam mengelola semua
penderita PPOM tanpa memandang etiologi dan derajat penyakitnya. Rehabilitasi fisik dapat dilakukan pada stadium dini
atau stadiun lanjut dari penyakitnya. Penderita dilatih untuk memakai cadangan
napasnya seefektif mungkin dengan mengubah pola bernapas untuk memperoleh
potensi yang optimal bagi kegiatan fisiknya
Rehabilitasi psikososial dipertimbangkan bila penderita tidak dapat
mencapai keinginan fisik-psikologis untuk melakukan kegiatan seperti biasanya.
Bila pendidikan pada tingkat tersebut tidak mungkin, rehabilitasi ditujukan
untuk memberi kesempatan pada penderita untuk dapat melakukan kegiatan minimal
termasuk mengurus diri sendiri
Edukasi
Edukasi
merupakan proses rehabilitasi yang sangat penting. Pasien diberikan pemahaman
tentang penyakit dan pencegahan eksaserbasi, terapi (obat-obat) termasuk
program rehabilitasi serta target yang akan dicapai sehingga diharapkan pasien
mematuhi program.
Edukasi
juga berisi tentang teknik-teknik konservasi energi. Dengan begitu, diharapkan
pasien dapat menyederhanakan setiap aktivitasnya terutama yang berhubungan
dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti berjalan, makan, mandi,
berpakaian sampai dengan aktivitas pekerjaanya.
1. Rehabilitasi fisik
I. Latihan relaksasi
Tujuan latihan relaksasi
adalah:
1) Menurunkan tegangan
otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan.
2) Menghilangkan rasa
cemas karena sesak napas.
3) Memberikan sense of
well being. Penderita PPOM yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa
tegang, cemas dan takut mati tersumbat. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang
menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan
memutar bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu
diambil setiap akan memulai rehabilitasi fisik (drainase postural, latihan pernapasan).
Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi
hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang, posisi yang nyaman yaitu telentag
dengan bantal menyangga kepala dan guling di bawah lutut atau sambil duduk
II. Terapi fisik dada
Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan menyumbat
saluran napas dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Infeksi
mengakibatkan radang yang menambah obstruksi saluran napas. Bila berlangsung
terus sehingga mengganggu mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan
sekret merupakan penyulit yang cukup serius
Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan membantu
menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea; dapat dilakukan dengan
cara drainase postural, perkusi dinding dada, vibrasi menggunakan tangan (manual)
atau dengan bantuan alat (mekanik).Perkusi dengan vibrasi cepat,ketukan dengan
telapak tangan (clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta
latihan batuk akan memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi
paru terutama pada penderita PPOM dengan produksi sputum yang meningkat (>30
ml/ hari), bronkluektasis, fibrosis kistik, dan atelektasis. Pada penderita
dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal napas, penderita yang memakai
ventilator, dan penderita PPOM dengan produksi sputum yang minimal (<30
ml/hari), fisioterapi dadatidak berefek dan bahkan membahayakan. Dalam melakukan drainase postural harus diperhatikan
posisi penderita yang disesuaikan dengan anatomi percabangan bronkus. Tindakan
ini dilakukan 2 kali sehani selama 5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural
sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan mukolitik, bronkodilator
perinhalasi untuk memudahkan pengal Iran sekret
III. Latihan pernapasan
Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita.
Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:
1) Mengatur frekuensi
dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
2) Memperbaiki fungsi
diafragma
3) Memperbaiki mobilitas
sangkar toraks
4) Memperbaiki ventilasi
alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa
meningkatkan kerja
pernapasan
5) Mengatur dan
mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih
efektif dan mengurangi
kerja pernapasan.
Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling
penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma
sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah
digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti skalenus, sternokleidomastoideus,
otot penyangga tulang belakang); ini terjadi bila ventilasi melampaui 50
l/menit. Pada penderita PPOM sering kali terdapat pernapasan
yang tidak sinkron gerakannya (panadoksal), yaitu pada waktu akhir inspinasi
tiba-tiba dinding perut bergerak ke dalam dan kemudian bergerak keluar waktu
ekspirasi. Penderita dengan keadaan demikian mempunyai prognosis yang kurang
baik. Selain itu pada penderita PPOM tendapat hambatan aliran udara terutama
pada waktu ekspirasi.
Pada umumnya letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi
sehingga secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Pada
umumnya fungsi diafragma penderita PPOM kurang dan 35% volume tidal, akibatnya
penderita selalu menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot
pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan
ekspirasi (PE max) sekitar 37%
Latihan pernapasan
meliputi:
a) Latihan pernapasan
diafrag
Tujuan latihan
pernapasan diafragma adalah : menggunakan diafragma sebagai usaha pernapasan,
sementara otot-otot bantu pernapasan mengalami relaksasi.
Manfaat pernapasan
diafragma:
1)
Mengatur pernapasan pada waktu serangan
sesak napas dan waktu melakukanpekerjaan/latihan.
2)
Memperbaiki ventilasi ke arah basal paru.
3)
Melepaskan sekret yang melalui saluran
napas.
Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan volume tidal,
penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan ambilan oksigen optimal
Latihan ini dapat
dilakukan dengan prosedur berikut:
1)
Sebelum melakukan latihan, bila terdapat
obstruksi saluran napas yang reversibel
dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus dilakukan drainase
postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi
oksigen di rumah.
2)
Posisi penderita bisa duduk, telentang,
setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah
duduk.
3)
Penderita meletakkan salah satu tangannya
di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan
perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita
perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat
gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi.
4)
Penderita menarik napas melalui hidung dan
saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama
inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi
(pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuatberkontraksi selama
inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar
toraks bagian bawah.
5)
Selama ekspirasi penderita dapat
menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi.
Beban seberat 0,51 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu
aktivitas ini.
Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya
dilakukan bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga. Selama latihan,penderita harus diawasi untuk mencegah
kesalahan yang sering terjadi seperti :
Ekspirasi paksa:
Hal ini akan memperberat
obstruksi saluran napas, meningkatkan tekanan intrapleura dan terjadi air
trapping jika saluran napas yang rusak dan mudah kolaps ditekan oleh
tekanan intrapleura.
Perpanjangan ekspirasi:
Menyebabkan pernapasan
berikutnya tidak teratur dan tidak efisien, pola pernapasan kembali ke
pernapasan dada bagian atas yang tidak teratur disertai dengan aktifnya otot
bantu pernapasan.
Gerakan tipuan abdomen:
Otot perut berkontraksi
dan relaksasi tetapi tidak ada perbaikan dan ventilasi.
Penggunaan dada bagian
atas secara berlebihan:
Hal ini dapat mengganggu
gerakan diafragma, kebutuhan O2 meningkat karena otot
bantu pernapasan bekerja lebih keras.
b) Pursed lips breathing
Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik
napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik
napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi)
pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 2atau
3 kali lamanya inspirasi, sekitar 46 detik. Penderita tidak diperkenankan
mengeluarkan napas terlalu keras.PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi.
Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena
terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring.
Dengan pursedlips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan
tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegahair trapping dan
kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume
residu, kapasitas vital meningkat dan
distribusi ventilasi
merata pada paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain
itu PLB dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan
volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah,
menurunkan PaCO2 dan memberikan
keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada penderita. Pursed
lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-sama
dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah
latihan berlangsung lebih dari 10 menit
c) Latihan batuk
Batuk merupakan cara
yang efektif untuk membersihkan benda asing atau sekret dan saluran pernapasan.
Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria:
1)
Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong
sekret.
2)
Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal
dan intratorakal yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.
Cara melakukan batuk
yang baik:
Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas
kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga menimbulkan tekanan
intratorak
Tungkai bawah fleksi
pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut.
Penderita diminta
menarik napas melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk
dengan mengkontraksi kan otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk
ke depan. Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase
ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang mengeluh
sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan melakukan Iatihan
pernapasan diantara dim latihan batuk. Bila penderita tidak mampu batuk secara
efektif, dilakukan rangsangan dengan alat penghisap (refleks batuk akan
terangsang oleh kateter yang masuk trakea) atau menekan trakea dari satu sisi
ke sisi yang 1ain
IV. Latihan meningkatkan
kemampuan fisik
Bertujuan meningkatkan toleransi penderita terhadap aktivitas dan
meningkatkan kemampuan fisik, sehingga penderita hidup lebih aktif dan lebih
produktif. Pengaturan tingkat latihan dimulai dengan tingkat berjalan yang
disesuaikan dengan kemampuan awal tiap penderita secara individual, yang
kemudian secara bertahap ditingkatkan ke tingkat toleransi yang paling besar.
Jarak maksimum dalam latihan berjalan yang dicapai oleh penderita merupakan
batas untuk mulai meningkatkan latihan dengan menaiki tangga.
Selama latihan penderita harus dibantu dengan pemberian oksigen untuk
menghindari penununan saturasi oksigen secara drastis yang dapat membahayakan
jantung. Penderita harus diawasi dengan baik, secara berkala gas darah arteri
diukur tenutama pada penderita dengan hipoventilasi alveoler, untuk mencegah
retensi CO2 yang berlebihan. Pemberian oksigen selama latihan
harus diteruskan sampai penderita mendapat manfaat yang maksimal, setelah itu
lambat laun dapat disapih.
Terapi
Perilaku dan Psikososial
Gejala-gejala
yang dialami pasien sekian lama akan menimbulkan kecemasan atau depresi.
Kondisi ini akan menambah berat kondisi dan berpotensi untuk membuat pasien
jatuh dalam keadaan deconditioning. Pemeriksaan khusus psikologis diperlukan
untuk penampisan kecemasan atau depresi.
Bentuk
terapi yang diperlukan dapat berupa edukasi atau latihan seperti latihan
relaksasi untuk mengurangi kecemasan maupun relaksasi otot-otot pernafasan agar
beban kerja berkurang dan tidak mudah terjadi fatigue. Penderita dapat lebih
percaya diri untuk melakukan aktivitas.
Depresi
akan menghambat kepatuhan pasien terhadap program terutama untuk latihan
sehingga diperlukan suatu psikoterapi. Keluarga juga dapat terkena dampak
dampak dari ketidakmampuan penderita beraktivitas. Tenaga psikolog diharapkan
dapat memberika konseling, sehingga keluarga dapat memberikan dorongan kepada
penderita. Terapi perilaku dan psikososial.
Gejala-gejala
yang dialami pasien sekian lama akan menimbulkan kecemasan atau depresi.
Kondisi ini akan menambah berat kondisi dan berpotensi untuk membuat pasien
jatuh dalam keadaan deconditioning. Pemeriksaan khusus psikologis diperlukan
untuk penampisan kecemasan atau depresi. Bentuk terapi yang diperlukan dapat berupa
edukasi atau latihan seperti latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan
maupun relaksasi otot-otot pernafasan agar beban kerja berkurang dan tidak
mudah terjadi fatigue. Penderita dapat lebih percaya diri untuk melakukan
aktivitas.
Penderita
paru menahun tidak hanya memerlukan terapi obat-obatan tetapi juga memerlukan
program rehabilitasi paru. Tujuan utama program ini adalah untuk mengembalikan
penderita kepada tingkat kapsitas fungsional yang terbaik yang masih dimiliki.
Penderita
dibantu untuk kembali aktif secara fisik dan memahami penyakitnya. Terapi dan
cara untuk mengahadapi penyakit paru kronik yang ada pada dirinya. Untuk
keberhasilan program ini diperlukan suatu kerjasama tim multidisiplin mulai
dari dokter, fisoterapis, perawat, terapis okupasi, psikolog, nutrisionis,
sampai dengan tenaga sosial.
Kerjasama
yang baik dengan penderita serta keluarga dibutuhkan untuk mendukung program.
Selain itu, untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan
motivasi dari penderita untuk mematuhi dan mengikuti program karena bersifat
jangka panjang (minimal enam minngu dengan pengawasan di pusat-pusat
rehabilitasi medik). Program tidak akan berhasil tanpa motivasi dari penderita
penyakit paru menahum
KESIMPULAN
Rehabilitasi medik paru (rehabilitasi pulmonal) merupakan salah satu
tindakan penting dalam pengelolaan penderita PPOM, di samping pemberian
obat-obatan. Penderita yang berusia lanjut dengan gangguan pernapasan akibat
obstruksi saluran napas karena sekret atau kolaps saluran napas bagian tepi
serta pola napas paradoksal semuanya akan membuat pernapasan tidak efektif.
Terapi fisik (fisioterapi) dada dilakukan pada semua penderita PPOM dengan
harapan dapat mengurangi rasa cemas, membersihkan saluran napas dan sekret, dan
menggunakan otot-otot pernapasan secara optimal. Dengan demikian penderita akan
terlatih untuk bernapas secara efektif dan tidak cemas pada saat terjadi
serangan akut serta dapat melakukan tugasnya tanpa tergantung pada orang lain.
Sehingga tercapai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Selain
tersebut di atas, tak kalah pentingnya adalah penghentian merokok dan
menghindari paparan asap rokok.
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas Kardjito, Selamat Hariadi.
(1991)Epidemiologi penyakit patti obstruktif menahun. Dalam: Simposium dan Kursus
Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Surabaya
2. Abdul Mukty, Djati Sampoerno.
(1991)Rehabilitasi padapenyakitparu obstruktif menahun. Dalam: Simposium dan
Kursus Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Surabaya